Gerakan dari benda angkasa tersebut di atas akan mengakibatkan terjadinya beberapa macam gaya pada setiap titik di bumi ini,yang disebut gaya pembangkit pasang surut. Masing masing gaya akan memberikan pengaruh pada pasang surut dan disebut komponen pasang surut, dan gaya tersebut berasal dari pengaruh matahari, bulan atau kombinasi keduanya (www.digilib.itb.ac.id ). Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (www.oseanografi.blogspot.com).
Untuk menjelaskan terjadinya pasang surut maka mula-mula dianggap bahwa bumi benar-benar bulat serta seluruh permukaannya ditutupi oleh lapisan air laut yang sama tebalnya sehingga didalam hal ini dapat diterapkan teori keseimbangan. Pada setiap titik dimuka bumi akan terjadi pasang surut yang merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang mempunyai amplitudo dan kecepatan sudut yang tertentu sesuai dengan gaya pembangkitnya. Pada keadaan sebenarnya bumi tidak semuanya ditutupi oleh air laut melainkan sebagian merupakan daratan dan juga kedalaman laut berbeda beda. Sebagai konsekwensi dari teori keseimbangan maka pasang surut akan terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai kecepatan amplitudo dan kecepatan sudut tertentu, sama besarnya seperti yang diuraikan pada teori keseimbangan (www.digilib.itb.ac.id). Kisaran pasang-surut (tidal range), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m. Tetapi di Teluk Fundy (kanada) ditemukan kisaran yang terbesar di dunia, bisa mencapai sekitar 20 m. Sebaliknya di Pulau Tahiti, di tengah Samudera Pasifik, kisaran pasang-surutnya kecil, tidak lebih dari 0,3 m, sedangkan di Laut Tengah hanya berkisar 0,10-0,15 m.
Di perairan Indonesia beberapa contoh dapat diberikan misalnya Tanjung Priok (Jakarta) kisarannya hanya sekitar 1 m, Ambon sekitar 2 m, Bagan Siapi-api sekitar 4 m, sedangkan yang tertinggi di muara Sungai Digul dan Selat Muli di dekatnya (Irian Jaya bagian selatan) kisaran pasang-surutnya cukup tinggi, bisa mencapai sekitar 7-8 m (Nontji, 1987).
Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera (www.wikipedia.org). Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang-surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yakni pasang-surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran. Jenis harian tunggal misalnya terdapat di perairan sekitar selat Karimata, antara Sumatra dan Kalimantan. Pada jenis harian ganda misalnya terdapat di perairan Selat Malaka sampai ke Laut Andaman. Di samping itu dikenal pula campuran antara keduanya, meskipun jenis tunggal maupun gandanya masih menonjol. Pada pasang-surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal) misalnya terjadi di sebagian besar perairan Indonesia bagian timur. Sedangkan jenis campuran condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal) contohnya terdapat di pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat. Pola gerak muka air pada keempat jenis pasang-surut yang terdapat di Indonesia diberikan pada gambar 1 (Nontji, 1987).
Gambar 1. Pola gerak muka air pasut di Indonesia (Triatmodjo, 1996).
Seperti telah disebutkan di atas, komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai, superposisi antar komponen pasang surut utama, dan faktor-faktor lainnya akan mengakibatkan terbentuknya komponen-komponen pasang surut yang baru (www.oseanografi.blogspot.com).
Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluiruh massa air. Energinya pun sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan naik-turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang-surut. Di tempat-tempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Arus pasang-surut terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat Capalulu, antara P. Taliabu dan P. Mangole (Kepulauan Sula), yang kekuatannya bisa mencapai 5 m/detik. Di selat-selat di antara pulau-pulau Nusa Tenggara kekuatannya bisa mencapai 2,5-3 m/detik pada saat pasang purnama. Di daerah-daerah lainnya kekuatan arus pasang-surut biasanya kurang dari 1,5 m/detik, sedangkan di laut terbuka di atas paparan kekuatannya malah biasanya kurang dari 0,5 m/detik.
Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam. Ekspedisi Snellius I (1929-1930) di perairan Indonesia bagian Timur dapat menunjukkan bahwa arus pasang-surut masih dapat diukur pada kedalaman lebih dari 600 m (Nontji, 1987).
Perhitungan Pasang Surut
Adanya gaya tarik bumi dan benda langit (bulan dan matahari), gaya gravitasi bumi, perputaran bumi pada sumbunya dan perputaran bumi mengelilingi matahari menimbulkan pergeseran air laut, salah satu akibatnya adalah terjadinya pasang surut laut. Fenomena alam tersebut merupakan gerakan periodik, maka pasang surut yang ditimbulkan dapat dihitung dan diprediksikan (www.bakosurtanal.go.id).
Dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa untuk setiap tempat yang mengalami pasang surut mempunyai ciri tertentu yaitu besar pengaruh dari tiap-tiap komponen selalu tetap dan hal ini disebut tetapan pasang surut. Selama tidak terjadi perubahan pada keadaan geografinya, tetapan. tersebut tidak akan berubah. Apabila tetapan pasang surut untuk suatu tempat tertentu sudah diketahui maka besar pasang surut untuk setiap waktu dapat diramalkan (www. digilib.itb.ac.id). Untuk menghitung tetapan pasang surut tersebut diatas, ada beberapa metoda yang sudah biasa dipakai misalnya metoda Admiralty yang berdasarkan pada data pengamatan selama 15 hari atau 29 hari. Pada metoda ini dilakukan perhitungan yang dibantu dengan tabel, akan menghasilkan tetapan pasang surut untuk 9 komponen. Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang elektronika yang sangat pesat, penggunaan komputer mikro untuk menghitung tetapan pasang surut serta peramalannya akan sangat memungkinkan. Sehubungan dengan itu akan dicari suatu cara untuk memproses data pengamatan pasang surut sehingga dapat dicari tetapan pasang surut serta peramalannya dengan cara kerja yang mudah.
Proses perhitungan dari komputer didasarkan pada penyesuaian lengkung dari data pengamatan dengan metoda kuadrat terkecil, dengan menggunakan beberapa komponen yang dianggap mempunyai faktor yang paling menentukan. Untuk ini dibahas penurunan matematiknya serta pembuatan program untuk kamputernya.
Program komputer dibuat sedemikian rupa sehingga untuk proses perhitungan tersebut diatas hanya tinggal memesukkan data,sedang seluruh proses selanjutnya akan dikerjakan oleh komputer. Program untuk komputer dibahas secara terperinci mulai dari dasar perhitungan, isi program serta bagan alirnya. Kebenaran dan ketelitian hasil perhitungan dibuktikan dengan memberikan contoh perhitungan dan penyajian berupa grafik. Perhitungan dilakukan untuk beberapa lokasi pengamatan pasang surut serta waktu pengamatan yang berlainan (www.digilib.itb.ac.id ). Di Indonesia, pengamatan pasut laut bekerjasama dengan pihak otoritas pelabuhan, Bakosurtanal memasang alat rekam data pasut otomatis di dermaga pelabuhan yang disebut stasiun pasut. Alat rekam data pasut (AWLR = Automatically Water Level Recorder) mencatat tinggi muka laut secara otomatis dan terus menerus. Rekaman data berupa grafik, lubang-lubang kertas data pada stasiun pasut online, data pasut dicatat dan, setiap saat dapat dilakukan download lewat saluran telepon dan menggunakan modem.
Pengumpulan dan pengolahan data pasut, kertas rekam data pasut pada 28 stasiun pasut manual, setiap akhir bulan dipotong dan dikirim ke Bakosurtanal untuk pengolahan data. Pengumpulan data pasut pada 25 stasiun pasut on-line, dilakukan dengan download pada komputer di Bakosurtanal yang dilengkapi modem dan fasilitas saluran telepon. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer dan software pengolahan pasut.
Analisa dan penyajian informasi pasut. Analisa pasut meliputi hasil hitungan yang dapat menjelaskan karakter pasang surut laut. Sajian informasi karakter laut tersebut tampilannya bervariasi mulai tampilan standard informasi pasut sampai dengan informasi praktis bagi pengguna untuk perencanaan bangunan pelabuhan.
Hasil kegiatan yang diperoleh adalah data pasut 53 stasiun pasut seluruh Indonesia dalam waktu 1 (satu) tahun pengamatan. Data tersebut dihitung dan hasilnya disajikan pada buku informasi pasut laut Bakosurtanal (www.bakosurtanal.go.id).
Energi Pasang Surut Air Laut
Cadangan minyak bumi, gas alam dan batu bara akan habis dalam waktu dekat karena eksploitasi dilakukan tanpa perhitungan dan kontrol yang jelas. Lalu, energi alternatif apa yang bisa digunakan? Sejumlah pihak muncul dengan ide tenaga pasang surut air laut. Memang bukan teknologi baru, bahkan tergolong teknik paling tua yang pernah dipikirkan manusia. Namun, jenis teknologi ini ramah lingkungan dan tidak mempunyai ekses negatif. Dan yang terpenting, alam memberikannya secara gratis.
Indonesia dengan luas perairan hampir 60% dari total luas wilayah sebesar 1.929.317 km2, Indonesia seharusnya bisa menerapkan teknologi alternatif ini. Apalagi dengan bentangan Timur ke Barat sepanjang 5.150 km dan bentangan Utara ke Selatan 1.930 km telah mendudukkan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Pada musim hujan, angin umumnya bergerak dari Utara Barat Laut dengan kandungan uap air dari Laut Cina Selatan dan Teluk Benggala. Di musim Barat, gelombang air laut naik dari biasanya di sekitar Pulau Jawa. Fenomena alamiah ini mempermudah pembuatan teknik pasang surut tersebut.
Penerapannya di Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil. Tapi perlu ada master plan yang jelas untuk mewujudkannya. Karena ini dapat menjadi sumber energi alternatif potensial. Apalagi proses pembuatannya tidak merusak alam, melainkan ramah lingkungan. Tetapi sebelumnya, harus dilakukan sebuah riset yang berguna untuk mengukur kedalaman sepanjang garis pantai Indonesia. Sehingga dapat ditentukan di daerah mana saja yang layak. Bangsa Indonesia seharusnya menyadari bahwa alam menyediakan semua yang dibutuhkan. Hanya perlu kerja keras dan kebijakan yang memperhatikan sumber daya alam yang terbatas. Sehingga Indonesia tidak perlu risau akan cadangan energi (www.sinarharapan.co.id).